Showing posts with label Materi SMP. Show all posts
Showing posts with label Materi SMP. Show all posts

Operasi Hitung Aljabar

Operasi Hitung Aljabar


Sebelum masuk lebih jauh ke materi, sebaiknya Anda memahami terlebih dahulu istilah-istilah yang akan digunakan. Istilah – istilah tersebut di antaranya adalah variabel, konstanta, koefisien, dan suku. Berikut penjelasannya.
  1. Variabel atau yang biasa disebut peubah adalah sebuah lambang yang dapat menggantikan sesuatu yang belum diketahui nilainya.
  2. Konstanta adalah suku dari aljabar yang tidak memuat variabel (pada umumnya berupa bilangan).
  3. Koefisien adalah faktor konstanta dari suatu suku aljabar.
  4. Suku adalah variabel beserta koefisien atau konstanta pada aljabar yang dipisahkan oleh operan tertentu. 
Operasi Hitung Aljabar
1 . Penjumlahan dan Pengurangan
Langkah-langkah yang diperlukan dalam penjumlahan dan pengurangan aljabar ini adalah dengan cara mengumpulkan suku-suku sejenis, lalu melakukan operasi bilangan biasa.
Contoh soal :
x2 + 5x + 3 – (3x2 + 3x + 4) = …
3x + 5y – 7 + (x + 4y + 2) = …
Jawab :
x2 + 5x + 3 – (3x2 + 3x + 4)      = (x2 – 3x2) + (5x – 3x) + (3 – 4)
                                               = -2x2 + 2x – 1
3x + 5y – 7 + (x + 4y + 2)         = (3x + x) + (5y + 4y) + (-7 + 2)
                                               = 4x + 9y – 5
2. Perkalian
Lakukan operasi perkalian seperti pada bilangan biasa.
Contoh soal :
3x (2x + 5y + 4) = …
(x + 4)(x – 1) = …
Jawab :
3x (2x + 5y + 4) = (3x)(2x) + (3x)(5y) + (3x)(4)
                        = 6x2 + 15xy + 12x
(x + 4)(x – 1)    = x(x – 1) + 4(x – 1)
                       = x2 – x + 4x – 4
                       = x2 + 3x – 4 
3. Perpangkatan
Perpangkatan ini dikhususkan pada aljabar suku dua, koefisiennya mengikuti segitiga pascal:
(a + b)2  = (a + b)(a + b)
             = a2 + 2ab + b2
(a + b)3  = (a + b) (a + b) (a + b)
             = a3 + 3a2b + 3ab2 + b3
(a + b) = (a + b) (a + b) (a + b) (a + b)
             = a4 + 4a3b + 6a2b2 + 4ab3 + b
Pola pangkat variabel “a” : maksimal pada koefisien pertama dan makin menurun hingga koefisien terakhir --> a0 = 1.
Pola pangkat variabel “b” : adalah 0 pada koefisien pertama (b0 = 1) dan semakin bertambah hingga mencapai maksimal pada koefisien terakhir.
4. Pembagian
Pembagian dilakukan dengan cara memisahkan faktor sekutu dari kedua suku aljabar lalu membaginya seperti biasa.
Contoh soal :
8x4 : 4x= …
5xy : 7x= …
Jawab :

Bilangan Bulat

Bilangan Bulat

  • Definisi Bilangan Bulat

Bilangan bulat terdiri atas himpunan bilangan bulat negatif {..., –3, –2, –1}, nol {0}, dan himpunan bilangan bulat positif {1, 2, 3, ...}.
Garis bilangan himpunan bilangan bulat digambarkan seperti berikut :
 
Pada garis bilangan:
• Semakin ke kanan, nilai bilangan semakin besar.
• Semakin ke kiri, nilai bilangan semakin kecil nilai.
Contoh :
-1 terletak di sebelah kanan -3, maka -1 > -3
-2 terletak di sebelah kiri 2, maka -2 < 2

  • Operasi Hitung pada Bilangan Bulat

A.  Penjumlahan
Penjumlahan pada bilangan bulat dapat dibantu dengan garis bilangan. Apabila bilangan positif, anak panah menunjuk ke arah kanan. Sebaliknya, apabila bilangan negatif, anak panah menunjuk ke arah kiri.
Untuk menghitung 6 + (–10), langkah-langkahnya sebagai berikut :
  1. Gambarlah anak panah dari angka 0 sejauh 6 satuan ke kanan sampai pada angka 6
  2. Gambarlah anak panah tadi dari angka 6 sejauh 10 satuan ke kiri
  3. Hasilnya, 6 + (–10) = –4
SIfat Penjumlahan
1. Tertutup
    Jika a dan b bilangan bulat, maka a + b juga bilangan bulat
    Contoh :
  • (-16) + 25 = 9
  • 12 + (-8) = 4
2. Komutatif
    Untuk setiap a dan b bilangan bulat, berlaku a + b = b + a
    Contoh :
  • (-7) + 8 = 1   -->  8 + (-7) = 1
  • 9 + (-14)  = -5   -->  (-14) + (9) = -5
3. Asosiatif
    Untuk setiap a,b dan c bilangan bulat berlaku (a + b) + c = a + (b + c)
    Contoh :
  • ((-5) + (-12)) + 9 = (-5) + ((-12) + 9) = -8
  • 14 + (7 + (-8)) = (14 + 7) + (-8) = 13
B.  Pengurangan
Pengurangan adalah operasi kebalikan dari penjumlahan.
Untuk setiap a dan b bilangan bulat, berlaku : 
i.  a - b = a + (-b)
ii.  a - (-b) = a + b
Contoh :
  • 5 – 7 = 5 + (-7) = -2
  • 8 – (-3) = 8 + 3 = 11
C.  Perkalian
Perkalian adalah operasi penjumlahan berulang dengan bilangan yang sama.
Untuk a dan b bilangan bulat :
i.  a x (-b) = - (a x b)
ii.  (-a) x (-b) = a x b
Contoh : 
  • 4 x 5 = 4 + 4 + 4 + 4 + 4 = 5 + 5 + 5 + 5 = 20
  • 8 x 3 = 8 + 8 + 8 = 3 + 3 + 3 + 3 + 3 + 3 + 3 + 3 = 24
D.  Pembagian
i.  3 x 4 = 4 + 4 + 4 = 12
    Di lain pihak, 12 : 3 = 4 atau dapat ditulis 3 x 4 = 12  -->  12 : 3 = 4
ii.  5 x 3 = 3+ 3 + 3 + 3 + 3 = 15
    Di lain pihak, 15 : 5 = 3, sehingga dapat ditulis 5 x 3 = 15  --> 15 : 5 = 3
Dari uraian di atas, tampak bahwa pembagian merupakan operasi kebalikan (invers) dari perkalian.

Pengertian Kisaran Nilai Peluang

Pengertian Kisaran Nilai Peluang


ermath.blogspot.co.id  - Kisaran nilai peluang secara sederhana dapat diartikan sebagai perkiraan kemungkinan munculnya suatu kejadian di dalam sebuah ruang sampel. Misalnya contoh dalam kehidupan sehari-hari yang banyak kita jumpai yaitu dalam sebuah pertandingan sepak bola, wasit akan menggunakan uang logam atau koin untuk menentukan kesebelasan mana yang akan memperoleh bola pertama. Dari pelemparan koin tersebut, manakah yang memiliki peluang lebih besar untuk muncul, gambar atau angka? Karena bentuk koin simetris dan hanya memiliki dua sisi, maka peluang munculnya gambar atau angka adalah sama.

Apabila masing-masing titik sampel di dalam ruang sampel S memiliki peluang yang sama untuk muncul, maka peluang munculnya peristiwa A dalam ruang sampel S adalah:

P(A) = n(A)
            n(S)

n(A) = banyaknya anggota atau titik sampel kejadian A
n(S) = banyaknya anggota atau titik sampel pada ruang sampel S

Perhatikan contoh soal di bawah ini:

Contoh Soal:
Sebuah dadu dilemparkan. Hitunglah peluang munculnya mata dadu:
a. lebih dari 4
b. 7
c. bilangan prima

Penyelesaian:
Karena bentuk dadu simetris dan tidak berat sebelah, maka setiap sisi dadu memiliki peluang yang sama untuk muncul. Kejadian yang mungkin muncul adalah 1, 2, 3, 4, 5, dan 6 sehingga n(S) = 6.

a. kita umpamakan A adalah kejadian munculnya mata dadu yang lebih dari 4. Maka A = {5, 6} sehingga n(A) = 2.

P(A) = n(A) =  2/6 = 1/3
            n(S)

b. kita umpamakan B adalah kejadian munculnya mata dadu 7. Karena tidak ada mata dadu 7 maka B = { } dan n(B) = 0

P(A) = n(A) =  0/6 = 0
            n(S)

c. misalkan C adalah kejadian munculnya mata dadu berupa bilangan prima. C = {2, 3, 5} maka n(C) = 3.

P(A) = n(A) =  3/6 = 1/2
            n(S)


Batas-Batas Nilai Peluang

Ketika melempar sebuah dadu kita bisa menentukan peluang dari beberapa kejadian, seperti:

a. P(3) = 1/6
b. P(ganjil) = 3/6 = 1/2
c. P(kurang dari 5) = 4/6 = 2/3
d. P(7) = 0/6 = 0
e. P(kurang dari 7) = 6/6 = 1

Dari penjabaran di atas kita bisa menyimpulkan bahwa kisaran nilai peluang pada pelemparan dadu adalah antara 0 dan 1. P(A) = 1 menunjukkan bahwa kejadian itu sudah pasti terjadi atau disebut sebagai suatu Kepastian.Sedangkan P(A) = 0 menunjukkan bahwa kejadian tersebut tidak mungkin terjadi atau deisebut sebagai suatu Kemustahilan.

Dengan demikian, apabila peuang sembarang kejadian A adalah P(A), maka 0 ≤ P(A) ≤ 1. Jika B adalah komplemen dari kejadian A atau B = Ac , P(A) + P(Ac) = 1 atau P(Ac) = 1 – P(A).

Contoh Soal:
Peluang yang dimiliki seorang anak di Papua untuk terkena busung lapar adalah 0,12. Lalu berapakah peluang seorang anak tidak terkena penyakit busung lapar?

Penyelesaian:
P(terkena busung lapar) = 0,11
P(tidak terkena busung lapar) = 1 – P(terkena busung lapar)
P(tidak terkena busung lapar) = 1 – 0,11
P(tidak terkena busung lapar) = 0,89

Itulah materi singkat mengenai kisaran nilai peluang, semoga adik-adik dapat memahami materi tersebut dengan baik agar dapat menyelesaikan soal-soal. Selamat belajar, tetap ikuti materi matematika pada blog ini, sukses selalu.

Sifat-Sifat Barisan atau Deret Aritmetika

Sifat-Sifat Barisan atau Deret Aritmetika

ermath.blogspot.co.id - Sifat-sifat barisan atau deret aritmatika akan lebih mudah dipahami jika adik-adik telah memahami konsep-konsep tentang suku ke-dan jumlah n suku pertama di dalam deret aritmetika. Berikut ini sifat-sifat barisan atau deret aritmetika yang dapat adik-adik perhatikan.


Sifat Pertama:
Apabila x, y, dan z merupakan bilangan yang berurutan dari suatu barisan aritmetika, maka akan berlaku: 

"Dua kali bilangan yang ditengah sama dengan jumlah dari kedua bilangan yang ada di sampingnya"

2y = x + z

Pembuktian:
Misalkan saja sebuah barisan aritmetika mempunyai beda b maka y = x + b danz = x + 2b sehingga:

2y = x + z
2(x + b) = x + ( x + 2b)
2x + 2b = 2x + 2b

Terbukti bahwa ruas kanan = ruas kiri


Sifat Kedua:
Apabila w, x, y, z, empat bilangan yang berurutan dari suatu barisan aritmetika, maka akan berlaku:

"Jumlah dari dua bilangan yang terletak di tengah sama dengan jumlah dari dua bilangan yang ada di sampingnya"

x + y = w + z

Pembuktian:
Misalkan suatu barisan aritmetika memiliki beda b maka x = w + b, y = w + 2b, z = w + 3b sehingga:

x + y = w + z
(w + b) + (w + 2b) = w + (w + 3b)
2w + 3b = 2w + 3b

Terbukti bahwa ruas kanan = ruas kiri


Sifat Ketiga:
Apaila U adalah suku ke-n barisan aritmetika maka berlaku:

"Selisih antara jumlah n suku pertama dan jumlah - 1 suku pertama adalah suku ke-n"


Demikianlah ulasan materi mengenai sifat-sifat barisan atau deret aritmatika, selamat belajar adik-adik. Terus ikuti materi pembelajaran materi matematika pada blog ermat selanjutnya, semoga bermanfaat.

Rumus Frekuensi Harapan dan Peluang Komplemen Suatu Kejadian

Rumus Frekuensi Harapan dan Peluang Komplemen Suatu Kejadian

ermath.blogspot.co.id - Rumus frekuensi harapan dan peluang komplemen suatu kejadian dapat adik-adik perhatikan dan pahami pada ulasan blog ermath kali ini. Materi yang akan dibahas lengkap dengan pembahasan pengertian, rumus-rumus yang digunakan, serta contoh soal dan cara menyelesaikannya dapat kalian lihat seperti pada ulasan berikut ini.


Pengertian dan Rumus Frekuensi Harapan
Yang dimaksud engan frekuensi harapan adalah hasil dari perkalian antara peluang munculnya suatu kejadian dikalikan dengan banyaknya percobaan yang dilakukan. Sebagai conoth, pada pelemparan koin, nilai peluang munculnya gambar adalah 1/2. Apabila pelemparan koin dilakukan sebanyak 30 kali maka harapan munculnya gambar adalah:

1/2 x 30 = 15 kali

Karena disebut sebagai harapan, maka wajar saja apabila dari 30 pelemparan yang dilakukan bisa terjadi kemunculan gambar sebanyak 14 kali dan kemunculan angka sebanyak 16 kali. Banyaknya kejadian yang bisa diharapkan dari suatu percobaan itulah yang disebut sebagai frekuensi harapan. Rumus yang biasa digunakan untuk mencari frekuensi harapan adalah:

Frekuensi harapan munculnya kejadian A = P(A) x banyaknya percobaan

Untuk memahami cara menggunakan rumus di atas, maka simaklah contoh soal berikut ini:

Contoh Soal:
Sebuah dadu dilemparkan sebanyak 80 kali. Hitunglah frekuensi harapan munculnya mata dadu yang kurang dari 4!

Penyelesaian:
Misalkan A = kejadian munculnya angka dadu kurang dari 4, 
maka A = {1, 2, 3} dan P(A) = 3/6 = 1/2

Frekuensi harapan = P(A) x banyaknya percobaan
Frekuensi harapan = 1/2 x 80 = 40


Sehingga frekuensi harapan munculnya mata dadu yang kurang dari 4 adalah 40 kali.

Peluang Komplemen Suatu Kejadian

Yang dimaksud dengan peluang komplemen dari suatu kejadian adalah peluang dari suatu kejadian yang berlawanan dengan suatu kejadian yang ada. Komplemen dari kejadian A merupakan himpunan dari seluruh kejadian yang bukan A. Komplemen dari kejadian A dapat ditulis sebagai Ac. Perlu kalian ingat bahwa peluang yang dimiliki suatu kejadian dan komplemennya selalu berjumlah 1 artinya suatu kejadian pasti terjadi atau pasti tidak terjadi. Sehingga rumusnya adalah:

P(A) + P(Ac) = 1
P(Ac) = 1 – P(A)

Contoh:
Apabila kita melempar dadu bermata 6, maka peluang untuk tidak mendapat sisi dadu 4 adalah:

P(4c) = 1 – P(4)
P(4c) = 1 – 1/6
P(4c) = 5/6

Itulah ulasan singkat mengenai rumus frekuensi harapan dan peluang komplemen suatu kejadian yang dapat adik-adik jadikan pedoman agar lebih memahami lagi materi tersebut. Selamat belajar dan tetap semangat!